PAGUCINEWS.COM – Pada Perang Dunia Kedua, serangkaian kejadian memilukan terjadi dan menjadi perhatian masyarakat dunia akan kelamnya peperangan. Salah satunya adalah dijatuhkannya Bom Atom di Jepang, tepatnya di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Lalu, bagaimana sejarah kelam dijatuhkannya Bom atom Hiroshima dan Nagasaki ini?
Dalam sejarahnya, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada bulan Agustus 1945 dan diyakini menjadi tahap akhir Perang Dunia Kedua. Sekaligus menjadi babak baru dari lahirnya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Melansir dari wikipedia, Amerika Serikat menjatuhkan bom dengan persetujuan dari Britania Raya sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Quebec. Dua operasi pengeboman yang menewaskan sedikitnya 129.000 jiwa ini merupakan penggunaan senjata nuklir masa perang untuk pertama kali dan satu-satunya dalam sejarah.
Pada tahun terakhir Perang Dunia II, sekutu bersiap-siap melancarkan serbuan ke daratan Jepang yang memakan biaya besar. Amerika Serikat sebelumnya melaksanakan kampanye pengeboman yang meluluhlantakkan banyak kota di Jepang.
Perang di Eropa selesai setelah Jerman Nazi menandatangani instrumen penyerahan diri pada tanggal 8 Mei 1945. Akan tetapi, Jepang menolak memenuhi tuntutan Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Perang Pasifik pun berlanjut.
Bersama Britania Raya dan Tiongkok, Amerika Serikat meminta pasukan Jepang menyerah dalam Deklarasi Potsdam tanggal 26 Juli 1945 atau menghadapi “kehancuran cepat dan besar”. Jepang mengabaikan ultimatum tersebut.
Pada bulan Juli 1945, Proyek Manhattan yang dirintis Sekutu berhasil melaksanakan pengujian bom atom di gurun New Mexico. Mereka memproduksi senjata nuklir berdasarkan dua rancangan pada bulan Agustus. 509th Composite Group dari Pasukan Udara Angkatan Darat Amerika Serikat dilengkapi dengan Boeing B-29 Superfortress khusus versi Silverplate yang mampu mengangkut bom nuklir dari Tinian di Kepulauan Mariana.
Tanggal 6 Agustus, AS menjatuhkan bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) di Hiroshima. Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman meminta Jepang menyerah 16 jam kemudian dan memberi peringatan akan adanya “hujan reruntuhan dari udara yang belum pernah terjadi sebelumnya di muka bumi.” Tiga hari kemudian, tepatnya pada tanggal 9 Agustus, AS menjatuhkan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki.
Dalam kurun dua sampai empat bulan pertama setelah pengeboman terjadi, dampaknya menewaskan 90.000–146.000 orang di Hiroshima dan 39.000–80.000 di Nagasaki; kurang lebih separuh korban di setiap kota tewas pada hari pertama.
Pada bulan-bulan seterusnya, banyak orang yang tewas karena efek luka bakar, penyakit radiasi, dan cedera lain disertai sakit dan kekurangan gizi. Di dua kota tersebut, sebagian besar korban tewas merupakan warga sipil meskipun terdapat garnisun militer besar di Hiroshima.
Tanggal 15 Agustus, enam hari setelah pengeboman Nagasaki dan Uni Soviet menyatakan perang, Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Tanggal 2 September, Jepang menandatangani instrumen penyerahan diri yang otomatis mengakhiri Perang Dunia II. Pengaruh pengeboman ini terhadap penyerahan diri Jepang dan alasan etisnya masih diperdebatkan sampai sekarang.
Menurut Science Mag, bom Hiroshima menewaskan sekitar 90.000 sampai 120.000 orang, yang meninggal baik seketika atau selama beberapa minggu dan bulan berikutnya karena cedera atau penyakit radiasi akut, akibat kerusakan sumsum tulang dan saluran usus. Bom yang meratakan Nagasaki 3 hari kemudian merenggut 60.000 hingga 70.000 nyawa.
Perkiraan jumlah kematiannya kasar karena “tidak ada mayat yang tersisa untuk dihitung di dekat hiposenter: Panas dan energi secara harfiah menguapkan orang-orang di dekatnya. Dan banyak mayat hanyut ke laut, setelah korban luka bakar yang sekarat mencari bantuan di banyak sungai di Hiroshima,” sosiolog sains Susan Lindee dari University of Pennsylvania menulis dalam bukunya tahun 1994 Suffering Made Real: American Science and the Survivors at Hiroshima.
Dalam waktu 6 minggu setelah pengeboman, tiga tim ahli AS dan dua Jepang bekerja di kedua kota untuk mempelajari dampak biologis dari radiasi. Tujuan mereka berbeda. Orang Jepang terutama berusaha memahami efek medis pada orang yang selamat. Orang Amerika ingin tahu bagaimana dan mengapa orang meninggal karena radiasi ledakan atom.
Salah satu kekhawatiran yang paling mendesak adalah kemungkinan dampak radiasi pada anak-anak penyintas. Jelas bahwa pengeboman itu berdampak pada anak-anak yang masih dalam kandungan pada Agustus 1945, mengakibatkan peningkatan jumlah bayi yang lahir dengan ukuran kepala kecil.
Radiasi pada orang dewasa menyebabkan perubahan genetik yang diwariskan dan cacat lahir pada keturunannya menunjukkan bahwa mungkin ada efek jangka panjang.
Para penyintas bom nuklir, telah lama mengalami diskriminasi karena khawatir mereka mungkin mengalami gangguan fisik atau psikologis dan bahwa anak-anak mereka mungkin mewarisi cacat genetik. Stigma telah mempengaruhi korban perempuan lebih dari laki-laki.
Alasan Amerika Serikat Memilih Kota Hiroshima dan Nagasaki
1. Padat penduduk
Hiroshima saat Perang Dunia II penduduknya mencapai 318.900 orang. Kepadatan penduduk ini juga menyebabkan ramainya aktivitas warga sipil kala itu. Ketika bom atom yang diberi nama “Little Boy” itu telah diluncurkan, 44 detik kemudian bom atom tersebut meledak dalam radius kehancuran mencapai 1,6 km. Ini juga menyebabkan 11 km persegi area kota terbakar hebat. Kurang lebih ada 70.000-126.000 warga sipil yang kala itu sedang beraktivitas meniggal dunia. Sebagian warga sipil yang tak langsung meninggal pun akhirnya menderita efek radiasi yang dampaknya tak kalah mengerikan.
2. Pusat berkumpulnya tentara dan pelabuhan keberangkatan penting
Amerika Serikat menilai Hiroshima sebagai pilihan terbaik untuk dijatuhkan bom. Tak hanya dipadati oleh penduduk, tapi juga menjadi pusat berkumpulnya para tentara dan pelabuhan embarkasi penting yang semuanya terletak di tengah perkotaan, sehingga dampak ‘pertunjukkan’ bomnya bisa terjamah dengan baik dan lebih efektif. Sekitar 200.000 orang tentara meninggal seketika dalam peristiwa tersebut.
3. Bukan tempat tinggal Kaisar
Tokyo yang merupakan kota tempat tinggal Kaisar dan ibu kota negara Jepang itu sempat masuk dalam daftar sasaran awal AS untuk menjatuhkan bom atom mereka. Namun, segera dicoret dari daftar mengingat sebagian wilayahnya telah hancur dan terbakar akibat serangan udara kecil yang terjadi di Tokyo bulan April 1942. Di Tokyo, hanya istana Kaisar lah yang masih berdiri tegak.
AS tidak ingin menjatuhkan bom atom mereka di sana karena beberapa alasan, seperti efek kerusakan yang tidak terlihat begitu menakjubkan, dan mereka sulit untuk memprediksi reaksi rakyat Jepang ketika seorang pria yang dianggap keturunan Dewa Matahari itu meninggal. Bisa jadi, rakyat Jepang justru bangkit dengan semangat yang jauh lebih berkobar.
Itulah mengapa akhirnya AS memutuskan untuk menjatuhkan bom atom pertama mereka yang dibawa menggunakan pesawat bernama Enola Gay yang dikemudikan oleh pilot Kolonel Paul W. Tibbets, tepat pada tanggal 6 Agustus 194.
4. Merupakan kota penting untuk aktivitas industri dan militer
Setelah berhasil dengan bom atom “Little Boy”, AS kembali menyerang Jepang dengan “Fat Man” yang dibawa oleh pesawat jenis B-28 Superfortress bernama Bockscar, dan dikendalikan oleh pilot Mayor Charles W. untuk mengebom wilayah kota Kokura. Kokura sendiri adalah kota yang dimana terdapat gudang persenjataan terbesar Jepang, penuh dengan kendaraan militer dan persenjataan angkatan darat serta angkatan laut.
Namun, masalah teknis terjadi. Ini mengakibatkan pesawat pengangkut bom “Fat Man” datang telat 30 menit dari jadwal awal. Ternyata, keterlambatan 30 menit ini mengakibatkan terbentuknya awan di kota Kokura karena asap bekas serangan pengeboman oleh 224 B-29 di Yahata sehari sebelumnya. Tak hanya itu, awan yang menutupi titik target ini pun disebabkan oleh Pabrik Baja Yawata yang sengaja membakar tar batu bara agar menghasilkan asap hitam.
Setelah berputar-putar di langit Kokuro dan mulai kehilangan banyak bahan bakar, tim pun akhirnya memilih target baru yang sebelumnya dicoret dari daftar, yaitu Nagasaki. Nagasaki sendiri merupakan kota yang memiliki banyak aktivitas industri, termasuk produksi artileri, kapal, dan perlengkapan militer lainnya. Disana juga terdapat salah satu pelabuhan terbesar di Jepang Selatan.
Pukul 10:53 tentara Jepang melihat dua pesawat B-29 Superfortress terbang di langit Nagasaki, namun mereka mengira bahwa pesawat tersebut hanya memelakukan pengintaian. Maka dari itu mereka tidak menyalakan sirine peringatan ledakan.
Keputusan itu mungkin akan mereka sesali seumur hidup. Pasalnya tepat pada pukul 11.02 “Fat Man” diluncurkan. Tepat 43 detik setelahnya, wilayah Nagasaki berhasil luluhlantah. Ledakan itu menciptakan ‘bola api’ yang suhunya mencapai 3.900 derajat celcius. Efek ledakan maha dahsyat yang diinginkan AS pun menjadi kenyataan. Bangunan di wilayah tersebut yang rata-rata terbuat dari kayu pun rata dengan tanah, dan diperkirakan 22.000-75.000 orang menjadi korban. Meski “Fat Man” memiliki daya ledak yang lebih besar, namun efek ledakannya dibatasi oleh perbukitan di Lembah Urukami.
5. Telah beberapa kali mengultimatum
Amerika Serikat sudah beberapa kali memberikan ultimatum kepada Jepang untuk segera menyerah salah satunya pada Perjanjian Postdam. Namun, Jepang enggan untuk tunduk. Itulah kenapa AS berencana untuk menakuti-nakuti Jepang dengan cara menjatuhkan bom atom di kota yang sudah menjadi pilihan mereka sebagai targetnya. Alhasil, tepat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, AS berhasil melancarkan misinya untuk memporak-porandakan Hiroshima dan Nagasaki.
Kelima alasan tadi diambil oleh AS agar Jepang mau menyerah. Rencana tersebut berhasil. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyatakan telah menyerah, dan tepat pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal tempur kelas lowa milik AS, USS Missouri, Jepang menandatangani dokumen kapitulasi yang menandakan berakhirnya Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik.
Kaitan Bom Hiroshoma dan Nagasaki dengan Indonesia
Pada 10 Agustus 1945 Sutan Syahrir mendapat info melalui radio bahwa Jepang telah kalah setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom. Momen inilah yang dimanfaatkan Indonesia untuk mempercepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Dilansir situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada 12 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Radjiman diterbangkan ke Dalat, Vietnam untuk melakukan perundingan kemerdekaan dengan Marsekal Terauchi.
Dengan menyerahnya Jepang, akhirnya para pemuda mendorong Sukarno dan Hatta untuk segera melakukan proklamasi lebih cepat. Untuk itu para pemuda yang dimotori oleh Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Malam harinya, Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta dan menuju rumah Laksamana Maeda untuk melakukan penyusunan proklamasi.
Penyusunan proklamasi dilakukan oleh Sukarno, Muhammad Hatta, dan Achmad Subarjo. Penyusunan ini disaksikan oleh Sukarni, B.M Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Setelah itu naskah proklamasi di ketik oleh Sayuti Melik.
Pada pagi harinya, 17 Agustus 1945 pukul 10.00, di Jalan Pegangsaan Timur No.56, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Sukarno.
(REDAKSI – SULISWAN)