PAGUCINEWS.COM – Tantrum adalah ledakan emosi sangat kuat pada anak yang umumnya disertai dengan beberapa perilaku agresif, seperti tidur di lantai, meronta-ronta, berteriak, untuk mengekspresikan perasaan frustasi, marah, jengkel, sedih, atau tidak nyaman. Apakah ini normal atau tidak?
Walaupun tantrum pada anak merupakan perilaku yang tidak menyenangkan dan kerap membuat Bunda menghela nafas panjang, tapi tantrum adalah perilaku normal dan sifatnya tidak permanen.
Umumnya tantrum dialami oleh anak usia 1-3 tahun (batita), bertepatan dengan kemampuan berbahasa si Kecil yang baru mulai berkembang.
Keterbatasan bahasa untuk menjalin komunikasi dengan orang-orang di sekitarnya, terutama Ayah dan Bunda, kadang membuat si Kecil tidak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan, inginkan, atau butuhkan dengan baik.
Alhasil, muncullah emosi meluap-luap yang belum bisa dikendalikan oleh si Kecil dan berujung pada tantrum.
Setiap anak juga memiliki frekuensi tantrum yang berbeda-beda. Namun, menurut kutipan dari buku Temper Tantrums, diperkirakan sekitar 20% batita tantrum setidaknya sekali dalam sehari dengan durasi 2-15 menit.
Tantrum pada anak akan mulai hilang saat ia memasuki usia 4 tahun, seiring dengan kemampuan berkomunikasinya yang semakin baik. Di usia ini, ia dapat dengan lebih leluasa mengungkapkan apa yang diinginkan dan dirasakan.
Walaupun tantrum merupakan perilaku normal yang sifatnya tidak permanen, Bunda perlu memberikan penanganan yang tepat dan proporsional agar perilaku ini tidak berlanjut dan digunakan oleh anak sebagai cara untuk mendapatkan apa pun yang ia inginkan.
Penyebab Tantrum
Tantrum sering terjadi pada anak usia 1-3 tahun dan biasanya disebabkan karena anak masih berada pada tahap awal perkembangan sosial, emosional, dan bahasa. Karena anak belum bisa mengomunikasikan kebutuhan dan perasaannya, akibatnya mereka jadi frustrasi.
Tantrum adalah salah satu cara anak kecil mengekspresikan dan mengelola perasaan, dan mencoba memahami atau mengubah apa yang terjadi di sekitar mereka. Anak yang lebih besar juga bisa mengalami tantrum. Ini bisa jadi karena mereka belum belajar cara yang aman untuk mengekspresikan atau mengelola perasaan.
Faktor Risiko Tantrum
Untuk balita dan anak yang lebih besar, ada hal-hal yang dapat meningkat risiko lebih mungkin terjadi, seperti:
– Temperamen Anak
Ini memengaruhi seberapa cepat dan kuat anak-anak bereaksi terhadap hal-hal seperti peristiwa yang membuat frustrasi atau perubahan di lingkungan mereka. Anak-anak yang lebih sensitif mungkin akan lebih mudah kesal dengan hal-hal tersebut.
– Stres, Kelaparan, Kelelahan, dan Stimulasi Berlebihan
Kondisi ini dapat mempersulit anak-anak untuk mengekspresikan dan mengelola perasaan dan tetap tenang.
– Situasi yang Tidak Dapat Diatasi oleh Anak-Anak
Misalnya, seorang balita mungkin mengalami kesulitan mengatasi situasi saat anak yang lebih besar mengambil mainan mereka.
– Emosi yang Kuat
Khawatir, takut, malu, dan marah dapat membuat anak-anak merasa kewalahan.
Gejala Tantrum
Menjerit, menangis, memukul adalah gejala tantrum yang umum terjadi. Tanda-tanda amukan juga seringkali sulit untuk dilewatkan. Tantrum dapat menjadi tantangan untuk dihadapi, tetapi itu adalah bagian normal dari perilaku balita.
Nah, beberapa gejala tantrum lainnya adalah:
– Merengek.
– Menangis, menjerit, dan berteriak.
– Menendang dan memukul.
– Menahan napas.
– Mendorong.
– Lemas.
– Melempar barang.
– Menegangkan badan dan meronta-ronta tubuhnya.
Diagnosis Tantrum
Tantrum tidak didiagnosis. Tantrum merupakan fase perkembangan yang normal, meskipun mungkin lebih lama, lebih sering, atau lebih intens pada sebagian anak.
Penanganan Tantrum
Penanganan tantrum berbeda-beda tergantung karakter masing-masing anak. Namun, pada umumnya, beberapa hal berikut ini bisa jadi pertimbangan orang tua dalam hal menangani tantrum pada anak.
Untuk balita, bisa dilakukan dengan mendekatkan diri kepada anak ketika anak tantrum. Berikan kenyamana seperti pelukan dan elusan, serta yakinkan anak kalau orang tua memahami perasaannya.
Untuk anak yang lebih besar, orang tua bisa mengenali emosi-emosi anak setiap kali tantrum. Berikan jeda kepada anak dan dukung anak saat mereka tenang, dan segera atasi masalah yang memicu tantrum.
Selain itu, hal-hal lain yang bisa dilakukan dalam rangka menenangkan anak adalah:
– Pastikan Anak dan Orang di Sekitar Aman
Ini berarti orang tua perlu membawa anak ke tempat yang lebih kondusif, bila perlu.
– Tenangkan Anak
Setelah anak berada di tempat yang aman, bantu anak untuk mengekspresikan emosinya. Kemudian bicaralah perlahan dengan suara rendah.
– Jangan Mencoba Berargumentasi dengan Anak
Berikan ruang dan waktu untuk anak mengekspresikan emosinya. Orang tua juga perlu menenangkan diri agar tidak tersulut emosi ketika anak meluapkan amarah dan kekesalannya.
– Bersikaplah Konsisten untuk Tidak Menyerah pada Kemauan Anak
Ini akan membantu anak belajar bahwa amukan tidak membantu mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
– Berikan Kesempatan Anak untuk “Marah”
Orang tua bisa mengizinkan anak untuk marah dengan mengatakan kalau ini adalah tempat yang pas buat anak mengeluarkan ekspresinya.
Komplikasi Tantrum
Tidak memberikan respon saat anak melakukan tantrum sejauh ini adalah sikap yang efektif. Tantrum biasanya dilakukan anak untuk mendapatkan perhatian ataupun supaya keinginannya tercapai.
Jika orang tua, teman, keluarga, atau pengasuh lainnya secara konsisten mengabaikan perilaku ini, pada akhirnya anak akan berhenti. Menuruti keinginan anak saat anak tantrum justru membuat anak beranggapan tantrum adalah cara penyelesaian masalah yang tepat.
Atau anak akan berpikir bahwa dengan tantrum, mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Bila orang tua atau orang dewasa lain selalu luluh setiap kali anak tantrum ataupun tidak memberikan respon yang mendidik supaya anak berhenti tantrum dengan penjelasan yang jelas, maka sikap emosi tak terkontrol ini akan kerap dibawa anak hingga remaja bahkan dewasa.
Pencegahan Tantrum
Mungkin tidak ada cara yang sangat mudah untuk mencegah tantrum. Akan tetapi, ada banyak hal yang dapat orang tua lakukan untuk mendorong perilaku yang baik dan mencegah tantrum berkelanjutan. Caranya antara lain:
– Konsisten
Tetapkan rutinitas harian sehingga anak tahu apa yang dilakukan. Ini termasuk tidur siang dan waktu tidur. Tantrum bisa saja dipicu oleh kurangnya waktu istirahat.
– Biarkan Anak Membuat Pilihan yang Tepat
Hindari mengatakan tidak untuk semuanya. Untuk memberi anak rasa kontrol, biarkan anak membuat pilihan. “Mau pakai baju merah atau baju biru?” “Apakah kamu ingin makan apel atau melon?” “Apakah kamu mau membaca buku atau bermain lego?”
– Puji Anak saat Berperilaku Baik
Beri anak pelukan atau beri tahu anak betapa bangganya orang tua ketika anak berhasil mengikuti arahan yang diberikan ayah atau ibu.
– Hindari Situasi yang Memicu Tantrum
Jangan berikan mainan anak yang terlalu rumit untuknya. Jika anak kerap meminta mainan atau camilan saat berbelanja, jauhi area yang menjual benda-benda tersebut. Jika balita kerap tantrum di restoran, pilih tempat yang menawarkan layanan cepat.
Kapan Harus ke Dokter?
Jangan ragu untuk tanyakan langsung pada dokter anak atau psikolog ketika anak mengalami tantrum yang berkepanjangan. Terlebih ketika orang tua mulai sulit memberikan respon yang tepat.
(Redaksi – Suliswan)